Blore berkata,
“’Itu baik, tapi siapa yang akan menyimpan kuncinya. Anda saja, saya rasa.”
Tuan Justice Wargrave tidak berkata apa-apa.
Dia pergi ke dapur dan yang lain mengikutinya. Di situ ada kotak kecil untuk menyimpan sendok garpu. Dengan petunjuk Tuan Hakim segala macam obat yang terkumpul itu dimasukkan di kotak itu dan dikunci. Kemudian Wargrave menyuruh mengangkat kotak itu dan memasukkannya ke dalam lemari piring. Lemari itu pun kemudian dikunci. Tuan Hakim memberikan kunci kotak kepada Philip Lombard dan kunci lemari kepada Blore.
Dia berkata,
“Anda berdua yang paling kuat secara fisik. Akan sulit bagi salah seorang untuk mendapatkan kunci yang satunya. Sedangkan bagi kami bertiga tidak mungkin untuk mengambilnya. Membongkar lemari atau kotak merupakan pekerjaan yang sulit dan gaduh, dan pasti akan, menarik perhatian.”
Dia berhenti, lalu meneruskan,
“Kita masih punya satu persoalan lagi. Apa yang telah tejadi dengan pestol Tuan Lombar ?”
Blore berkata,
“Menurut saya, pemiliknyalah yang paling tahu.”
Cuping hidung Philip Lombard memutih. Dia berkata,
“Anda memang tolol dan keras kepala! Sudah saya bilang pestol itu dicuri orang!”
Wargrave bertanya,
“Kapan Anda terakhir kali melihatnya?”
“Tadi malam. Pestol itu di laci ketika saya tidur — siap dipakai bila terjadi sesuatu.”
Tuan Hakim mengangguk.
Dia berkata,
“Pasti diambil seseorang pagi ini ketika kita sedang ribut mencari Rogers atau ketika mayatnya telah ditemukan.”
Vera berkata,
“Pasti disembunyikan di rumah ini. Kita harus mencarinya.”
Jari Tuan Justice Wargrave mengusap-usap dagunya.
Dia berkata,
“Saya kurang yakin kita akan berhasil. Pembunuh itu punya banyak waktu untuk mencari tempat penyimpanan. Saya tidak,membayangkan kita bisa menemukan pestol itu dengan mudah.”
Blore berkata dengan nada terpaksa,
“Saya tidak tahu di mana pestol itu, tetapi saya sepertinya tahu satu hal lain — jarum suntik itu. Mari ikuti saya.”
Dia membuka pintu depan dan mengitari rumah.
Sedikit agak jauh darl jendela ruang makan dia menemukan jarum itu. Di samping terdapat boneka porselin yang sudah hancur — boneka Negro kelima.
Blore berkata dengan suara puas,
“Satu-satunya tempat di mana bisa ditemukan benda ini. Sesudah membunuh wanita itu, dia membuka jendela dan melemparkan jarum itu keluar lalu mengambil boneka porselin dan dilemparnya pula.”
Vera berkata dengan suara tegas,
“Sekarang mari kita cari pestol itu.”
Tuan Justice Wargrave berkata,
“Baik. Tapi kita tetap harus bersama-sama. Ingat, kalau kita terpisah, pembunuh itu mendapat kesempatan.”
Mereka mencari dengan hati-hati dari atap loteng sampai ke ruang bawah tanah, tanpa hasil. Pestol itu tetap hilang.
“Salah seorang dari kita… seorang dari kila… seorang dari kita…”
Tiga patah kata, terus diulang-ulang, mengiang-ngiang dalam otak yang menerimanya.
Lima orang — lima orang yang ketakutan. Lima orang yang saling memperhatikan, yang sekarang tidak perlu malu-malu lagi menyembunyikan kegelisahan masing-masing.
Sekarang tidak ada lagi kepura-puraan — tidak ada basa-basi dalam percakapan. Mereka adalah lima orang musuh yang berkumpul karena adanya instink untuk mempertahankan hidupnya.
Dan tiba-tiba saja kelima-limanya kelihatan bukan seperti manusia. Tingkah mereka lebih mendekati tingkah binatang. Bagaikan seekor kura-kura tua yang lelah Tuan Justice Wargrave duduk membungkuk, diam, tapi matanya siap dan waspada. Bekas Inspektur Blore kelihatan kasar dan tubuhnya kaku. jalannya seperti binatang yang lamban. Matanya merah. Dia kelihatan buas tetapi bodoh. Dia seperti binatang buas di pantai yang siap menghadapi pemburunya. Syaraf Philip Lombard menjadi lebih peka. Telinganya cepat bereaksi terhadap suara sekecil apa pum Langkahnya semakin ringan dan cepat, tubuhnya luwes. Dan dia sering tersenyum. Bibirnya melengkung menunjukkan gigi yang putih dan panjang.
Vera Daythorne sangat diam. Dia lebih banyak duduk di kursi. Matanya menerawang. Dia kelihatan bingung. Dia seperti seekor burung yang kepalanya baru saja menabrak kaca dan ditolong oleh manusia. Burung itu diam, ketakutan, tidak bisa bergerak., mengharap dengan kediamannya dia bisa menyelamatkan diri.
Kondisi syaraf Armstrong sangat menyedihkan. Dia sering terkejut dan tangannya gemetar. Berkali-kali dia menyalakan rokok dan langsung mematikannya. Sikap diam mereka kelihatannya membuatnya pedih. Kadang-kadang dia mengatakan kalimat terpatah-patah dengan gugup.
“Kita — kita seharusnya tidak duduk begini saja! Harus ada sesuatu — tentunya, sesuatu yang bisa kita lakukan? Bagaimana kalau kita membuat api unggun-”
Blore berkata dengan berat,
“Dalam cuaca begini?”
Hujan turun lagi. Angin menderu-deru. Suara hujan yang gemercik hampir membuat mereka gila. Dengan persetujuan yang tidak terucapkan mereka semua tinggal di situ. Mereka duduk di ruang tamu besar. Bila mereka ingin keluar ruangan, mereka akan keluar bergantian satu per satu. Empat yang lain akan tetap tinggal di dalam.
Lombard berkata,
“Ini hanya soal waktu. Cuaca akan bersih. Lalu kita bisa melakukan sesuatu — membuat isyarat menvalakan api — membuat rakit — atau yang lainnya!”
Armstrong berkata dengan setengah tertawa,
“Soal waktu — waktu ? Kita tidak punya waktu! Kita akan mati semuanya…”
Tuan Justice Wargrave berkata, dan suaranya yang biasanya kecil dan nyaring berubah berat dan pasti,
“Tidak, bila kita waspada. Kita harus waspada …”
Makan siang telah selesai — tetapi tidak ada formalitas lagi.
Kelimanya pergi ke dapur. Di ruang penyimpan makanan mereka menemukan persediaan makanan kaleng yang sangat banyak. Mereka membuka satu kaleng lidah dan dua kaleng buah. Mereka makan sambil berdiri di sekeliling meja dapur. Kemudian, dengan bergerombol, mereka kembali ke ruang tamu — duduk di sana — duduk, saling memperhatikan.
Dan pikiran-pikiran yang ada di dalam kepala mereka adalah pikiran-pikiran yang tidak normal, yang panas dan sakit…
“Pasti Armstrong.. aku melihat dia baru saja melirikku matanya merah.. sangat marah.. Barangkali dia bukan dokter… Ya, pasti!… Dia orang gila, lepas dari rumah seorang dokter — berpura-pura jadi dokter… Benar… Apakah akan kuceritakan hal ini kepada yang lain?… Apakah aku akan berteriak saja?… Tidak, dia malah akan berhati-hati… Di samping itu dia, bisa kelihatan waras… jam berapa ini?… Baru jam tiga seperempat!… Oh, Tuhan. saya bisa gila… Ya, pasti Armstrong … Sekarang dia memandangku…
“Dia tidak akan mengalahkan Aku! Aku bisa melindungi diriku sendiri… Aku pernah berada di tempat-tempat yang berbahaya… Di mana pestol itu?… Siapa yang mengambilnya?… Siapa yang menyimpannya?… Tidak seorang pun menyimpannya — kita semua tahu. Kita masing-masing telah diperiksa… Tidak seorang pun bisa memilikinya… Tetapi ada seseorang yang tahu di mana tempatnya ……”
“Mereka menjadi gila… mereka semua akan menjadi gila… Takut mati… kita semua takut mati… Saya pun takut mati… Ya, tapi itu tidak menghentikan kematian… ‘Kendaraannya siap di pintu, Tuan.’ Di mana aku membaca itu? Gadis itu… Aku akan memperhatikan gadis itu. Ya, aku akan memperhatikannya….”
“Jam empat kurang dua puluh… baru jam empat kurang dua puluh… barangkali jam itu mati… aku tidak mengerti — tidak, aku tidak mengerti… Hal semacam ini tidak bisa terjadi… tapi sekarang ini sedang terjadi … Mengapa kita tidak bangun? Bangun Hari Pengadilan — bukan, bukan itu! Kalau saja aku bisa berpikir… Kepalaku — ada yang terjadi dalam kepalaku — mau meledak — mau pecah… hal seperti ini tidak bisa terjadi… jam berapa? Oh, Tuhan, baru jam empat kurang seperempat.”
Читать дальше