Андреа Хирата - Laskar Pelangi
Здесь есть возможность читать онлайн «Андреа Хирата - Laskar Pelangi» весь текст электронной книги совершенно бесплатно (целиком полную версию без сокращений). В некоторых случаях можно слушать аудио, скачать через торрент в формате fb2 и присутствует краткое содержание. Год выпуска: 2005, ISBN: 2005, Издательство: Penerbit Bentang, Жанр: Старинная литература, id. Описание произведения, (предисловие) а так же отзывы посетителей доступны на портале библиотеки ЛибКат.
- Название:Laskar Pelangi
- Автор:
- Издательство:Penerbit Bentang
- Жанр:
- Год:2005
- ISBN:9789793062792
- Рейтинг книги:3 / 5. Голосов: 1
-
Избранное:Добавить в избранное
- Отзывы:
-
Ваша оценка:
- 60
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
Laskar Pelangi: краткое содержание, описание и аннотация
Предлагаем к чтению аннотацию, описание, краткое содержание или предисловие (зависит от того, что написал сам автор книги «Laskar Pelangi»). Если вы не нашли необходимую информацию о книге — напишите в комментариях, мы постараемся отыскать её.
Laskar Pelangi — читать онлайн бесплатно полную книгу (весь текст) целиком
Ниже представлен текст книги, разбитый по страницам. Система сохранения места последней прочитанной страницы, позволяет с удобством читать онлайн бесплатно книгу «Laskar Pelangi», без необходимости каждый раз заново искать на чём Вы остановились. Поставьте закладку, и сможете в любой момент перейти на страницу, на которой закончили чтение.
Интервал:
Закладка:
"Tabahkan hatimu, Ikal ...," itulah nasihat Trapani pelan padaku. Sementara di meja mahoni yang megah itu Lintang diam seribu bahasa, kelelahan, selayaknya orang yang memikul selurah beban pertaruhan nama baik. Aku tak henti-henti berkipas, bukan kepanasan, tapi hatiku mendidih karena gentar. Tak pernah sekali pun sekolah kampung menang dalam lomba ini, bahkan untuk diundang saja sudah merupakan kehormatan besar.
Lintang sudah membatu sejak subuh tadi. Di atas truk terbuka yang membawa kami ke ibu kota kabupaten ini, Tanjong Pandan, ia membisu seperti orang sakit gigi parah. Ia memandang jauh. Tak mampu kuartikan apa yang berkecamuk di dadanya. Ayah, Ibu, dan adik-adiknya juga ikut. Mereka, termasuk Lintang, baru pertama kali ini pergi ke Tanjong Pandan.
Sahara duduk di tengah. Aku dan Lintang di samping kiri dan kanannya. Ekspresi Lintang datar, ia tersandar lesu tanpa minat. Agaknya ia demikian minder, berkecil hati, dan malu berada di lingkungan yang sama sekali asing baginya. Ia hanya menatap Ayah, Ibu, dan adik-adiknya yang berpakaian amat sederhana, duduk saling merapatkan diri di pojok, tampak bingung dalam suasana yang hiruk pikuk. Aku mencoba berkonsentrasi tapi gagal. Lintang dan Sahara sudah tak bisa diharapkan.
Kulihat tangan para peserta lain mulai meraba tombol di depan mereka, siap menyalak. Sahara kelihatan pucat, seperti orang bingung. Ia yang telah ditugasi dan dilatih khusus memencet tombol sedikit pun tak mampu mendekatkan jarinya ke benda bulat itu. Ia sudah pasrah atas kemungkinan kalah mutlak. Sahara mengalami demam panggung tingkat gawat. Sementara otakku tak bisa lagi dipakai untuk berpikir. Keributan yang terjadi ketika peserta lain mencoba-coba tombol dan mikrofon terdengar bagaikan teror bagi kami. Kami tak sedikit pun mencoba benda-benda itu. Kami sudah kalah sebelum bertanding. Para pendukung Muhammadiyah membaca kegentaran kami. Mereka tampak prihatin. Suasana semakin tegang ketika ketua dewan juri bangkit dari tempat duduknya, memperkenalkan diri, dan menyatakan lomba dimulai. Jantungku berdegup kencang, Sahara pucat pasi, dan Lintang tetap diam misterius, ia bahkan memalingkan wajah keluar melalui jendela.
Dan inilah detik-detik kebenaran itu. Pertanyaan ditujukan kepada semua peserta yang harus berlomba cepat memencet tombol agar dapat menjawab dan jika keliru akan kena denda. Aku tak berani melihat para penonton. Dan Bu Mus tak berani melihat wajah kami. Wajahnya dipalingkan ke lampu besar di tengah ruangan yang berjuntai-juntai laksana raja gurita. Baginya ini adalah peristiwa terpenting selama lima belas tahun karier mengajarnya. Beliau benar-benar menginginkan kami menang dalam lomba ini, karena beliau tahu lomba ini sangat penting artinya bagi sekolah kampung seperti Muhammadiyah. Wajahnya kusut menanggung beban, mungkin beliau juga telah bosan bertahun-tahun selalu diremehkan. Tak lama kemudian seorang wanita anggun yang bergaun jas cantik berwarna merah muda berdiri. Beliau meminta penonton agar tenang karena beliau akan mengajukan pertanyaan. Suaranya indah, bertimbre berat, dan tegas seperti penyiar RRI. Wanita itu mendekatkan wajahnya pada mikrofon dan menegakkan lembaran kertas di depannya seperti orang akan membaca Pancasila. Detik-detik kebenaran yang hakiki dan mencemaskan tergelar di depan kami. Seluruh peserta memasang telinga baik-baik, siap menyambar tombol, dan siaga mendengar berondongan pertanyaan. Suasana mencekam .... Pertanyaan pertama bergema.
“la seorang wanita Prancis, antara mitos dan realita…”
Kring! Kriiiiiiiingggg! Kriiiiiiiiiiiiinnnggggg!
Wanita anggun itu tersentak kaget karena pertanyaannya secara mendadak dipotong oleh suara sebuah tombol meraung-raung tak sabar. Aku dan Sahara juga terperanjat tak alang kepalang karena baru saja sepotong lengan kasar dengan kecepatan kilat menyambar tombol di depan kami, tangan Lintang!
"Regu F!" kata seorang pria anggota dewan juri lainnya. Wajahnya seperti almarhum Benyamin S. Ia memakai jas dan dasi kupukupu.
"Joan D'Arch, Loire Valley, France!" jawab Lintang membahana, tanpa berkedip, tanpa keraguan sedikit pun, dengan logat Prancis yang sengau-sengau aduhai.
"Seratusss!" Benyamin S. tadi membalas disambut tepuk tangan gemuruh para penonton. Kulihat bendera Muhammadiyah berkibar-kibar.
"Pertanyaan kedua: Terjemahkan dalam kalimat integral dan hitung luas wilayah yang dibatasai oleh y = 2x dan x = 5." Lintang kembali menyambar tombol secepat kilat dan jawabannya serta-merta memecah ruangan.
"Integral batas 5 dan 0, 2x minus x kali dx, hasilnya: dua belas koma lima!"
Luar biasa! tanpa ada kesangsian, tanpa membuat catatan apa pun, kurang dari 5 detik, tanpa membuat kesalahan sedikit pun, dan nyaris tanpa berkedip.
"Seratussssss!" lengking Benyamin S.
Mendengar lengkingan Benyamin S. pendukung kami melonjak-lonjak seperti orang kesurupan. Suara mereka riuh rendah laksana kawanan kumbang kawin. Flo melompat-lompat sambil mengeluarkan jurus-jurus kick boxing.
"Pertanyaan ketiga: Hitunglah luas dalam jarak integral 3 dan 0
untuk sebuah fungsi 6 plus 5x minus x pangkat 2 minus 4x."
Lintang memejamkan matanya sebentar, ia tak membuat catatan apa pun, semua orang memandangnya dengan tegang, lalu kurang dari 7 detik kembali ia melolong.
"Tigabelas setengah!"
Tak sebiji pun meleset, tak ada ketergesa-gesaan, tak ada keraguan sedikit pun.
"Seratusssss!" balas Benyamin S. sambil menggeleng-gelengkan kepalanya karena takjub melihat kecepatan daya pikir Lintang. Pendukung kami bersorak sorai histeris gegap gempita. Mereka mendesak maju karena perlombaan semakin seru. Ayah, Ibu, dan adikadik Lintang berasaha berdiri dan bergabung dengan pendukung kami yang lain. Mereka tersenyum lebar dan kulihat ayah Lintang, pria cemara angin itu, wajahnya berseri-seri penuh kebanggaan pada anaknya, matanya yang kuning keruh. berkaca-kaca. Sementara para peserta lain terpana dan berkecil hati. Lintang menjawab kontan, bahkan ketika mereka belum selesai menulis soal itu dalam kertas catatan yang disediakan panitia. Beberapa di antaranya membanting pensil tanpa ampun. Trapani yang kalem mengangguk-angguk pelan. Pak Harfan bertepuk tangan girang sekali seperti anak kecil, wajahnya menoleh ke sana kemari. "Lihatlah murid-muridku, ini baru murid-muridku ...," itu mungkin makna ekspresi wajahnya. Bu Mus bergerak maju ke depan, wajah kusutnya telah sirna menjadi cerah. Sekarang beliau berani mengangkat wajahnya, matanya juga berkaca-kaca dari bibirnya bergumam, "Subhanallah, subhanallah ...." Ibu jas merah muda berupaya keras menenangkan penonton yang riuh dan berdecak-decak kagum, terutama menenangkan pendukung kami yang tak bisa menguasai diri. Beliau melanjutkan pertanyaan.
"Selain menggunakan teknik radiocarbon untuk menentukan usia sebuah temuan arkeologi, para ahli juga...." Kring! Kriiiiiiiingggg!
Kembali Lintang mengamuk, dan ia menjawab lantang.
"Thermoluminescent dating! Penentuan usia melalui pelepasan energi sinar dalam suhu panas!"
"Seratussss!"
Berikutnya hanyalah kejadian yang persis sama dengan pertanyaan itu. Wanita cantik berjas merah muda itu tak pernah sempat menyelesaikan pertanyaannya. Lintang menyambar setiap soal tanpa memberikan kesempatan sekali pun pada peserta lain. Ratusan penonton terkagum-kagum. Warga Muhammadiyah di ruangan itu berjingkrak-jingkrak sambil saling memeluk pundak. Yang paling bahagia adalah Harun. Dia memang senang dengan keramaian. Aku melihatnya bertepuk-tangan tak henti-henti, berteriak-teriak memberi semangat, tapi wajahnya tak melihat ke arah kami, ia menoleh keluar jendela. Kiranya ia sedang memberi semangat kepada sekelompok anak perempuan yang sedang bermain kasti di halaman.
Di tengah hiruk pikuk para penonton aku sempat mendengar jawaban-jawaban tangkas Lintang: "Vincent Van Gogh, menyasszonytanc, The Hunchback of Notredame, paradoks air, Edgar Alan Poe, medula spinalis, Dian Fossey, artropoda, 300 ribu kilometer per detik. Basedow, dactylorhiza moculata, ancyostoma duodenale, Stone Henge, Platyhelminthes, endoskeleton, Serebrum, Langerhans, fluoxetine hydmchloride, 8,5 menit cahaya, extremely low frequency, molekul chiral..."
Читать дальшеИнтервал:
Закладка:
Похожие книги на «Laskar Pelangi»
Представляем Вашему вниманию похожие книги на «Laskar Pelangi» списком для выбора. Мы отобрали схожую по названию и смыслу литературу в надежде предоставить читателям больше вариантов отыскать новые, интересные, ещё непрочитанные произведения.
Обсуждение, отзывы о книге «Laskar Pelangi» и просто собственные мнения читателей. Оставьте ваши комментарии, напишите, что Вы думаете о произведении, его смысле или главных героях. Укажите что конкретно понравилось, а что нет, и почему Вы так считаете.