Андреа Хирата - Laskar Pelangi

Здесь есть возможность читать онлайн «Андреа Хирата - Laskar Pelangi» весь текст электронной книги совершенно бесплатно (целиком полную версию без сокращений). В некоторых случаях можно слушать аудио, скачать через торрент в формате fb2 и присутствует краткое содержание. Год выпуска: 2005, ISBN: 2005, Издательство: Penerbit Bentang, Жанр: Старинная литература, id. Описание произведения, (предисловие) а так же отзывы посетителей доступны на портале библиотеки ЛибКат.

Laskar Pelangi: краткое содержание, описание и аннотация

Предлагаем к чтению аннотацию, описание, краткое содержание или предисловие (зависит от того, что написал сам автор книги «Laskar Pelangi»). Если вы не нашли необходимую информацию о книге — напишите в комментариях, мы постараемся отыскать её.

Laskar Pelangi — читать онлайн бесплатно полную книгу (весь текст) целиком

Ниже представлен текст книги, разбитый по страницам. Система сохранения места последней прочитанной страницы, позволяет с удобством читать онлайн бесплатно книгу «Laskar Pelangi», без необходимости каждый раз заново искать на чём Вы остановились. Поставьте закладку, и сможете в любой момент перейти на страницу, на которой закончили чтение.

Тёмная тема
Сбросить

Интервал:

Закладка:

Сделать

Meskipun tak bisa membaca, ibu Lintang senang sekali melihat barisan huruf dan angka di dalam buku Lintang. Beliau tak peduli, atau tak tahu, jika melihat sebuah buku secara terbalik. Di beranda rumahnya beliau merasa takjub mengamati rangkaian kata dan terkagum-kagum bagaimana baca-tulis dapat mengubah masa depan seseorang.

Beranda itu sendiri merupakan bagian dari gubuk panggung dengan tiang-tiang tinggi untuk berjaga-jaga jika laut pasang hingga meluap jauh ke pesisir. Adapun gubuk ini merupakan bagian dari pemukiman komunitas orang Melayu Belitong yang hidup di sepanjang pesisir, mengikuti kebiasaan leluhur mereka para penggawa dan kerabat kerajaan. Oleh karena itu, dalam lingkungan Lintang banyak bersemayam keluarga-keluarga K.A. dan N.A.

Gubuk itu beratap daun sagu dan berdinding lelak dari kulit pohon meranti. Apa pun yang dilakukan orang di dalam gubuk itu dapat dilihat dari luar karena dinding kulit kayu yang telah berusia puluhan tahun merekah pecah seperti lumpur musim kemarau. Ruangan di dalamnya sempit dan berbentuk memanjang dengan dua pintu di depan dan belakang. Seluruh pintu dan jendela tidak memiliki kunci, jika malam mereka ditutup dengan cara diikatkan pada kusennya. Benda di dalma rumah itu ada enam macam: beberapa helai tikar lais dan bantal, sajadah dan Al-Qur’an, sebuah lemari kaca kecil yang sudah tidak ada lagi kacanya, tungku dan alatalat dapur, tumpukan cucian, dan enam ekor kucing yang dipasangi kelintingan sehinga rumah itu bersuara gemerincing sepanjang hari. Di luar bangunan sempit memanjang tadi ada semacam pelataran yang digunakan oleh empat orang tua untuk menjalin pukat. Bagian ini hanya ditutupi beberapa keping papan yang disandarkan saja pada dahan-dahan kapuk yang menjulur-julur, bahkan untuk memaku papan-papan itu pun keluarga ini tak punya uang. Empat orang tua itu adalah bapak dan ibu dari bapak dan ibu Lintang. Semuanya sudah sepuh dan kulit mereka keriput sehingga dapat dikumpulkan dan digenggam. Jika tidak sedang menjalin pukat, keempat orang itu duduk menekuri sebuah tampah memunguti kutu-kutu dan ulat-ulat lentik di antara bulir-bulir beras kelas tiga yang mampu mereka beli, berjam-jam lamanya karena demikian banyak kutu dan ulat pada beras buruk itu. Selain empat orang itu ikut pula dalam keluarga ini dua orang adik laki-laki ayah Lintang, yaitu seorang pria muday ang kerjanya hanya melamun saja sepanjang hari karena agak terganggu jiwanya dan seorang bujang lapuk yang tak dapat bekerja keras karena menderita burut akibat persoalan kandung kemih. Maka ditambah lima adik perempuan Lintang, Lintang sendiri, dan kedua orangtuanya, seluruhnya berjumlah empat belas orang. Mereka hidup bersama, berdesak-desakan di dalam rumah sempit memanjang itu. Empat orangtua yang sudah sepuh, dua adik laki-laki yang tak dapat diharapkan, semua ini membuat keempat belas itu kelangsungan hidupnya dipanggul sendiri oleh ayah Lintang. Setiap hari beliau menunggu tetangganya yang memiliki perahu atau juragan pukat harimau memintanya untuk membantu mereka di laut. Beliau tidak mendapatkan persentasi dari berapa pun hasil tangkapan, tapi memperoleh upah atas kekuatan fisiknya. Beliau adalah orang yang mencari nafkah dengan menjual tenaga. Tambahan penghasilan sesekali beliau dapat dari Lintang yang sudah bisa menjadi kuli kopra dan anak-anak perempuannya yang mengumpulkan kerang saat angin teduh musim selatan.

Lintang hanya dapat belajar setelah agak larut karena rumahnya gaduh, sulit menemukan tempat kosong, dan karena harus berebut lampu minyak. Namun sekali ia memegang buku, terbanglah ia meninggalkan gubuk doyong berdinding kulit itu. Belajar adalah hiburan yang membuatnya lupa pada seluruh penat dan kesulitan hidup. Buku baginya adalah obat dan sumur kehidupan yang airnya selalu memberi kekuatan baru agar ia mampu mengayuh sepeda menantang angin setiap hari. Jika berhdapan dengan buku ia akan terisap oleh setiap kalimat ilmu yang dibacanya, ia tergoda oleh sayap-sayap kata yang diucapkan oleh para cerdik cendekia, ia melirik maksud tersembunyi dari sebuah rumus, sesuatu yang mungkin tak kasat mata bagi orang lain.

Lalu pada suatu ketika, saat hari sudah jauh malam, di bawah temaram sinar lampu minyak, ditemani deburan ombak pasang, dengan wajah mungil dan matanya yang berbinar-biran, jari-jari kurus Lintang membentang lembar demi lembar buku lusuh stensilan berjudul Astronomi dan Ilmu Ukur. Dalam sekejap ia tenggelam dilamun kata-kata ajaib pembangkangan Galileo Galilei terhadap kosmologi Aristoteles, ia dimabuk rasa takjub pada gagasan gila para astronom zaman kuno yang terobsesi ingin mengukur berapa jarak

bumi ke Andromeda dan nebula-nebula Triangulum. Lintang menahan napas ketika membaca bahwa gravitasi dapat membelokkan cahaya saat mempelajari tentang analisis spektral yang dikembangkan untuk studi bintang gemintang, dan juga saat tahu mengenai teori Edwin Hubble yang menyatakan bahwa alam hidup mengembang semakin membesar. Lintang terkesima pada bintang yang mati jutaan tahun silam dan ia terkagum-kagum pada pengembaraan benda-benda langit di sudut-sudut gelap kosmos yang mungkin hanya pernah dikunjungi oleh pemikiran-pemikiran Nicolaus Copernicus dan Isaac Newton. Ketika sampai pada Bab Ilmu Ukur ia tersenyum riang karena nalarnya demikian ringan mengikuti logika matematis pada simulasi ruang berbagai dimensi. Ia dengan cepat segera menguasai dekomposisi tetrahedral yang rumit luar biasa, aksioma arah, dan teorema Phytagorean. Semua materi ini sangat jauh melampaui tingkat usia dan pendidikannya. Ia merenungkan ilmu yang amat menarik ini. Ia melamun dalam lingkar temaram lampu minyak. Dan tepat ketika itu, dalam kesepian malam yang mencekam, lamunannya sirna karena ia terkejut menyaksikan keanehan di atas lembar-lembar buram yang dibacanya. Ia terheran-heran menyaksikan angka-angka tua yang samar di lembaran itu seakan bergerak-gerak hidup, menggeliat, berkelap-kelip, lalu menjelma menjadi kunang-kunang yang ramai beterbangan memasuki pori-pori kepalanya. Ia tak sadar bahwa saat itu arwah para pendiri geometri sedang tersenyum padanya dan

Copernicus serta Lucretius sedang duduk di sisi kiri dan kanannya. Di sebuah rumah panggung sempiot, di sebuah keluarga Melayu pedalaman yang sangat miskin, nun jauh di pinggir laut, seorang genius alami telah lahir. Esoknya di sekolah Lintang heran melihat kami yang kebingungan dengan persoalan jurusan tiga angka.

“Apa, sih yang dipusingkan orang-orang kampung ini dengan arah angin itu?” Demikian suara dari dalam hatinya. Seperti juga kebodohan yang sering tak disadari, beberapa orang juga tak menyadari bahwa dirinya telah terpilih, telah ditakdirkan Tuhan untuk ditunangkan dengan ilmu.

Laskar Pelangi - изображение 12

Bab 11

Langit Ketujuh

KEBODOHAN berbentuk seperti asap, uap air, kabut. Dan ia beracun. Ia berasal dari sebuah tempat yang namanya tak pernah dikenal manusia. Jika ingin menemui kebodohan maka berangkatlah dari tempat di mana saja di planet biru ini dengan menggunakan tabung roket atau semacamnya, meluncur ke atas secara vertikal, jangan pernah sekali pun berhenti.

Gapailah gumpalan awan dalam lapisan troposfer, lalu naiklah terus menuju stratosfer, menembus lapisan ozon, ionosfer, dan bulan-bulan di planet yang asing. Meluncurlah terus sampai ketinggian di mana gravitasi bumi sudah tak peduli. Arungi samudra bintang gemintang dalam suhu dingin yang mampu meledakkan benda padat. Lintasi hujan meteor sampai tiba di eksosfer — lapisan paling luar atmosfer dengan bentangan selebar 1.200 kilometer, dan teruslah melaju menaklukkan langit ketujuh.

Kita hanya dapat menyebutnya langit ketujuh sebagai gambaran imajiner tempat tertinggi dari yang paling tinggi. Di tempat asing itu, tempat yang tak ‘kan pernah memiliki nama, di atas langit ke tujuh, di situlah kebodohan bersemanyam. Rupanya seperti kabut tipis, seperti asap cangklong, melayang-layang pelan, memabukkan. Maka apabila kita tanyakan sesuatu kepada orang-orang bodoh, mereka akan menjawab dengan merancau, menyembunyikan ketidaktahuannya dalam omongan cepat, mencari beragam alasan, atau membelokkan arah pertanyaan. Sebagaian yang lain diam terpaku, mulutnya ternganga, ia diselubungi kabut dengan tatapan mata yang kosong dan jauh. Kedua jenis reaksi ini adalah akibat keracunan asap tebal kebodohan yang mengepul di kepala mereka. Kita tak perlu menempuh ekspedisi gila-gilaan itu. Karena seluruh lapisan langit dan gugusan planit itu sesungguhnya terkonstelasi di dalam kepala kita sendiri. Apa yang ada pada pikiran kita, dalam gumpalan otak seukuran genggam, dapat menjangkau ruang seluas jagat raya. Para pemimpi seperti Nicolaus Copernicus, Battista Della Porta, dan Lippershey malah menciptakan jagat raya-nya sendiri, di dalam imajinasinya, dengan sistem tata suryanya sendiri, dan Lucretius, juga seoerang pemimpi, menuliskan ilmu dalam puisi-puisi. Tempat di atas langit ketujuh, tempat kebodohan bersemanyam, adalah metafor dari suatu tempat di mana manusia tak bisa mempertanyakan zat-zat Allah. Setiap usaha mempertanyakannya hanya akan berujung dengan kesimpulan yang mempertontonkan kemahatololan sang penanya sendiri.

Читать дальше
Тёмная тема
Сбросить

Интервал:

Закладка:

Сделать

Похожие книги на «Laskar Pelangi»

Представляем Вашему вниманию похожие книги на «Laskar Pelangi» списком для выбора. Мы отобрали схожую по названию и смыслу литературу в надежде предоставить читателям больше вариантов отыскать новые, интересные, ещё непрочитанные произведения.


Отзывы о книге «Laskar Pelangi»

Обсуждение, отзывы о книге «Laskar Pelangi» и просто собственные мнения читателей. Оставьте ваши комментарии, напишите, что Вы думаете о произведении, его смысле или главных героях. Укажите что конкретно понравилось, а что нет, и почему Вы так считаете.

x