Hati Erec terluka ketika ia membayangkan Alistair, dan ia pun menendang kudanya lebih keras. Wanita yang cantik dan mempesona, dulu ia menderita karena bekerja di bawah perintah penjaga penginapan – dan sekarang ia dijual sebagai budak, dan lebih-lebih lagi sebagai budak seks. Pemikiran itu membuatnya murka, dan ia merasa bertanggung jawab. Jika Erec tak pernah muncul dalam hidupnya, tak pernah menawarkan diri untuk membawanya, mungkin di penjaga penginapan itu tak akan melakukan hal ini.
Erec terus memacu kudanya melintasi malam, hanya suara ringkikan kudanya yang terdengar, memenuhi telinganya bersama suara napas kudanya yang tersengal-sengal. Kudanya tampaknya kelelahan, dan Erec khawatir ia akan membuat kudanya terkapar. Erec pergi ke penginapan sesudah turnamen, tidak berhenti sedikitpun, dan letih. Ia sangat ingin beristirahat dan turun dari kudanya. Namun ia memaksa matanya untuk tetap terbuka, memaksa dirinya untuk tetap terjaga, sambil tetap memacu kudanya di bawah sisa bulan purnama, ke arah selatan menuju Baluster.
Erec telah mendengar tentang Baluster di sepanjang hidupnya, meski ia belum pernah ke sana. Kabar burung mengatakan tempat itu terkenal dengan perjudian, opium, seks dan segala keliaran yang dapat dibayangkan di kerajaan. Di sanalah di mana semua ketidakpuasan dikumpulkan dari segala penjuru Cincin, untuk menikmati segala jenis pesta-pora kelam yang diketahui pria. Tempat itu adalah kebalikan dirinya. Erec tak pernah berjudi dan jarang minum. Ia lebih suka menghabiskan waktu luangnya untuk berlatih, mengasah ketrampilannya. Ia tak dapat memahami jenis orang-orang yang menyukai kemalasan dan pesta-pora, seperti kebiasaan para pengunjung Baluster. Datang ke tempat itu bukanlah suatu hal yang baik untuknya. Tak ada apapun yang baik di situ. Bayangan tentang Alistair di tempat seperti ini membuat hatinya murung. Ia harus menyelamatkannya sesegera mungkin, dan membawanya jauh dari sini, sebelum terjadi sesuatu.
Saat bulan tergelincir di langit, jalan tampak melebar dan lebih baik. Erec memperoleh kesan pertama tentang kota itu: obor-obor yang tak terhitung jumlahnya menyinari dindingnya membuat kota itu tampak seperti api unggun di malam hari. Erec tidak terkejut: para penduduknya digosipkan tetap terjaga di malam hari.
Erec berkuda lebih cepat dan kota semakin dekat. Ia memacu kudanya di atas sebuah jembatan kecil terbuat dari kayu, obor menyala di kedua sisinya, seorang penjaga terkantuk-kantuk di posnya dan ia terkejut saat Erec melewatinya dengan mendadak. Penjaga itu berteriak: “HEI!”
Tapi Erec tidak melambatkan kudanya. Jika pria itu dengan penuh percaya diri mengerjar Erec – dan Erec meragukannya – ia akan memastikan bahwa itu adalah hal terakhir yang dilakukan pria itu.
Erec memacu kudanya menuju pintu gerbang yang besar dan terbuka yang mengarah ke sebuah pelataran yang dikelilingi tembok batu kuno. Saat ia masuk, ia melewati jalan-jalan sempit yang terang oleh obor. Bangunan dibangun berdekatan, menjadikan kota itu tampak sempit dan mendatangkan sensasi klaustrofobia. Jalanan dipenuhi orang, dan hampir semuanya tampak mabuk, berjalan sempoyongan, berseru dengan suara lantang, saling berdesakan. Kelihatannya seperti ada sebuah pesta besar. Semua bangunan di tempat itu adalah kedai minum atau rumah judi.
Erec tahu ia berada di tempat yang benar. Ia dapat merasakan kehadiran Alistair di sini, di suatu tempat. Ia menelan ludahnya, berharap ia belum terlambat.
Ia menuju ke sebuah tempat yang tampaknya adalah kedai minum terbesar di kota itu. Orang-orang tampak berdesakan di luar, dan ia merasa ini adalah tempat terbaik untuk memulai pencariannya.
Erec turun dari kudanya dan bergegas masuk ke dalam, ia menyikut orang-orang mabuk yang menghalangi jalannya dan sampailah ia di hadapan seorang penjaga penginapan yang berdiri di tengah ruangan. Ia menulis nama orang-orang dan mengambil koin mereka, lalu mengarahkan mereka menuju kamar-kamar. Ia adalah sosok yang kurus dan menyunggingkan senyuman palsu, berkeringat dan menggosok-gosokkan tangannya setiap kali ia selesai menghitung koinnya. Ia menatap Erec, senyuman palsu terbentuk di wajahnya.
“Kamar,tuan?” tanyanya. “Atau kau ingin perempuan?”
Erec menggelengkan kepalanya dan mendekati pria itu, berbisik di dalam keremangan cahaya.
“Aku mencari seorang pedagang,” kata Erec. “Seorang pedagang budak. Ia datang ke sini dari Savaria kemarin atau sebelumnya. Ia membawa muatan yang berharga. Muatan manusia.”
Pria itu membasahi bibirnya.
“Yang kau cari adalah sebuah informasi berharga,” kata pria itu. “Aku bisa menjawabnya, semudah aku menyediakan kamar.”
Pria itu menyodorkan tangannya dan menjentikkan kedua jarinya, dan menadahkan tangannya. Ia menatap ke arah Erec dan tersenyum, keringat membasahi bagian atas bibirnya.
Erec merasa jijik dengan pria itu, tapi ia menginginkan informasi, dan tak ingin membuang waktu lebih lama lagi. Jadi ia merogoh kantongnya dan memberikan sebuah koin emas besar di tangan pria itu.
Mata pria itu terbuka lebar saat ia mengenali koin itu.
“Koin emas Raja,”katanya kagum.
Ia menatap Erec dari atas ke bawah dengan tatapan hormat dan heran.
“Apakah kau datang dari Istana Raja?” tanyanya.
“Cukup,” kata Erec. “Aku hanya bertanya. Aku sudah membayarmu. Sekarang katakan padaku: di mana pedagang itu?”
Pria itu menjilat bibirnya beberapa kali, lalu membungkuk ke arahnya.
“Orang yang kau cari bernama Erbot. Ia datang ke sini seminggu sekali dengan sekumpulan pelacur baru. Ia menjual mereka pada penawar tertinggi. Kau akan menemukan dia di pondoknya. Ikuti jalan ini sampai ke ujung, dan kau akan temukan rumahnya di sana. Tapi jika gadis yang kau cari cukup berharga, ia mungkin sudah tidak ada. Pelacur-pelacurnya cepat laku.”
Erec baru berbalik hendak pergi, ketika ia merasakan sebuah sentuhan hangat dan tangan berlemak di pergelangan tangannya. Saat ia berpaling, ia terkejut karena si penjaga penginapan yang telah menggandengnya.
“Kalau kau mencari pelacur, mengapa tidak coba punyaku? Mereka juga bagus seperti punya Erbot, separuh harga pula.”
Erec menyeringai ke arah pria itu, murka. Jika ada waktu, pasti ia sudah membunuh pria itu untuk mengamankan dunia ini dari orang seperti dia. Tapi ia mengampuni pria itu, dan memutuskan ia tak sebanding.
Erec melepaskan tangannya, lalu mendekat ke arahnya.
“Kalau tanganmu menyentuhku lagi,” ancam Erec, “kau akan berharap bahwa kau tak pernah melakukannya. Sekarang menyingkirlah dari hadapanku sebelum aku membinasakanmu.”
Penjaga penginapan itu menunduk, matanya terbuka dengan penuh rasa takut, dan ia mengambil langkah mundur.
Erec berbalik dan berlari meninggalkan ruangan, menyikut dan mendorong untuk membuka jalan keluarnya dan menuju pintu ganda. Ia belum pernah merasa semuak ini dengan sekelompok manusia.
Erec mencari kudanya kudanya, yang mendengkik dan meringkik ke arah para pemabuk yang lewat dan menatapnya – tak diragukan lagi, pikir Erec, mereka mencoba mencuri kudanya. Ia heran apakah orang-orang itu mengira bahwa ia tidak akan kembali. Dan ia akan mengingat untuk mengikat kudanya dengan lebih aman di tempat berikutnya. Ia terheran-heran dengan keliaran kota ini. Untungnya, Warkfin, kudanya, adalah kuda yang tangguh. Dan jika ada seseorang yang hendak mencurinya, ia akan menendang mereka sampai mati.
Erec menendang Warkfin, dan mereka meluncur di jalan yang sempit. Erec berusaha sebisanya untuk menghindari kerumunan orang. Malam sudahlarut, tapi jalan semakin padat dengan kerumunan orang. Orang-orang dari segala ras saling menggoda satu sama lain. Beberapa penjaga yang mabuk berseru ke arahnya saat ia melewati mereka dengan cepat, tapi ia tak peduli. Ia dapat merasakan Alistair ada dalam jangkauannya dan ia tak akan berhenti sampai berhasil mendapatkannya kembali.
Читать дальше